Keberangkatanku
ke Jogjakarta tahun ini untuk bisa menaklukkkanmu bukanlah suatu hal yang
sepele. Dengan niat yang begitu besar bahwa aku akan pergi tanpa kedua orang
tua yang mengantarku, tapi juga bimbang dan wajah setengah melayang bodoh
karena baru kali ini melepaskan egois diri untuk melakukan perjalanan ke kota
pelajar itu sendirian. Oh, bukan sendirian. Tentu saja, aku bersama dengan
seseorang yang kondisinya tak jauh beda denganku. Dia sama-sama tak tahu
jalanan sana dan keadaan kendaraan yang mutlak kita harus tahu. *mela
chan*,,,dia berhasil melewati masa-masa mual di bis bersamaku. ^^
Angkutan menuju Ungaran |
Tahun lalu, N5 begitu terasa
mencengangkan tapi juga menenangkan karena kedua orang tuaku masih ku ijinkan
untuk menemaniku. Oh bukan, tapi kuminta untuk menemani. Hehe. Itupun tahun
lalu, dan sekarang beginilah takdir di tahun ini…aku berusaha meyakinkan mereka
bahwa aku ini sedang ingin berani menempuh jarak kota itu tanpa mereka, maka
jangan halangi aku dulu. Kurang lebih begitulah jeritan kecil di hati
terkecilku pula. Walaupun di sekat-sekat hati yang tipis, tetap saja rasanya
ada kecemasan yang berlipat dari biasanya.*halah. Ini lho yang dinamakan
serangan kedewasaan* Tiba-tiba merasa bisa bertanggung jawab atas apa yang kita
lakukan dan berfikir tidak akan ada hal buruk terjadi.
Rencana besar kami (aku dan mela
chan) adalah berangkat setelah subuh dari semarang saat itu –tapi
ya..begitulah. Ada beberapa tragedi punggung yang masih lengket di kasur dan
menyebabkan terjebak antrian kamar mandi pagi itu, maka sepertinya kusimpulkan
bahwa kami tidak benar-benar berangkat selepas subuh persis -hee- intinya
matahari sudah mulai beranjak dari tidurnya lebih awal. Wajah semangat tapi
agak lengang bengong –nggak ngerti jalan sama sekali- campur jadi satu.
Angkutan hijau jurusan Ungaran adalah misi awal kita untuk bisa berhasil menyatakan
bahwa kami serius dengan tekad kami untuk berangkat hanya berdua. Setelah itu
kami pun menemui masa menunggui kendaraan selanjutnya agak lama, tapi akhirnya
kami berhasil mendapatkannya. Rasanya di beri lambaian bapak-bapak kenek bis
saat itu seperti saat dimana kami sedang bersusah payah mencari toilet untuk
hanya sekedar buang air kecil di dunia ini namun tiba-tiba toilet umum jatuh
dari langit dengan sayap berkilauan bahkan lengkap dengan mesin waktu yang bisa
membawa kita kemanapun tempat di seluruh dunia ini. “Jogja…Jogja…” –kurang
lebih begitu suara toilet bersayap *eh bapak kenek nya-.
Dari situ kami turun di terminal
Jombor. Seumur hidupku, aku sudah sering menghabiskan waktu untuk jalan-jalan
ke daerah Jogjakarta dan melewati tempat yang saat ini sedang membuatku
geleng-geleng. Ayolah Jund, -aku baru tahu bahwa tempat ini namanya Jombor- aku
ini tak peduli atau sedang berusaha mengacuhkan nama-nama tempat di dunia ini?.
Terminal Jombor sudah nampak familiar, hanya masih nampak ber ah-uh mendengar
namanya. Karena kami pun belum tahu harus melanjutkan perjalanan naik apa
dengan tujuan kemana lagi? Bukankah ini sudah kawasan Jogjakarta?. Akhirnya,
mulai dari nyamperin bapak polisi sekitar lalu naik bis trans 3 kali, dan
berhenti tepat di depan RS Sardjito. Baru saja kehendak hati ingin selfie
berdua di depan rumah sakit untuk bisa send picture ke ummi, tapi ada runtuhan
berlian gemerlapan dari puncak tinggi dengan ruang tak terbatas yang biasa para
manusia menyebutnya sebagai langit –sudahlah, aku hanya ingin bilang hujan-
membuat kami berlari kecil mencari satu bangunan yang setidaknya ber-atap dan
ber-alas layak untuk kami bisa berteduh agak lama. Dan akhirnya, kami menemukan
masjid dengan nama yang tak asing lagi di telingaku –ini adalah salah satu
masjid UGM yang sudah cukup tua usianya- intinya, masjid itu berada di samping
persis RS Sardjito itu. Kami shalat, dan mencoba memulai perbincangan biasa seperti
sepasang mahasiswa yang tak tahu jalan. Ide selanjutnya adalah mendapatkan izin
menetap satu malam disini karena besok pagi kami harus tiba di lokasi tes
setidaknya lebih pagi –masjid itu tak jauh dari tempat kami tes-, lalu kami
mencari penghuni penting dari bagian masjid itu. Dialah takmir, yang memberi
kami kejutan melegakan dengan menciptakan respon cepat : “Apa mas? Ke asrama
putri? Dimana?”.
Ini kami di lagi di teras kosnya nebeng foto di atas alas kakinya.^^ |
Ini kita nebeng foto lagi dedepan asrama putri. hee~ |
Sungguh, pertolongan Allah membuat
kami bergetar dan tahmid berkali-kali. Karena setelah dilancarkan perjalanan
–tanpa tahu arah jalan-, lalu diselamatkan dari basah kuyup hujan –bawaan kami
baju sama buku tanpa payung-, kemudian kami dibawa ke suatu tempat lebih layak
dengan sambutan ramah –sebuah asrama binaan di sekitar kampus UGM UNY-, memang
kami bahkan tak berminat sama sekali untuk mencari penginapan. Karena untuk
bisa sampai kesini saja kami masih belum terfikir bakal seperti ini jadinya. Kami
bertemu banyak saudara disana (Mas Ibnu, Mas *nggak tahu namanya, pokoknya yg
diboncengin mas ibnu*, Mba Roi, Mba Barokah, Mba lain-lainnya, semuanyaa).
Mereka berbagi tempat bahkan makanan dan kendaraannya untuk kami.
Jazakumullah…^_^ semoga bisa dipertemukan di kesempatan lain dan semoga gantian
kami yang bisa menolong kalian semua,saudaraku.
Buku ini seakan jadi pedoman hidup selama kami keliling Jogja :v |
Saat-saat setelah makan siang yang gratis ^_^ *Alhamdulillah |
Ini taman bunga kecil yang dirawat mba-mbanya *tapi jadi full muka kami :D |
Nouken lancar, perut agak lapar
karena kepikiran beli lotek deket tempat tes saat itu hee. Pulangnya kami
mampir Mirota Kampus, tempat yang telah berubah menurut penuturan orang tua
–alumni mahasiswa domisili Jogja- dengan apa yang aku lihat didalamnya. Di
jalan pulang yang tetap saja masih linglung bahkan cemas, karena hari sudah
gelap dan mendung-mendung gimanaa gitu, akhirnya kami bertekad tidak akan
langsung menuju arah Ungaran hari itu langsung. Disana pasti sudah tidak ada
angkutan yang membawa kami turun ke Unnes. Akhirnya, yang tak terduga dan
membuatku merasa menjadi hamba yang harus bersyukur tiap hari adalah aku
berkesampatan menginap di rumah saudara seperjuanganku ini *me-chan-Magelang*,
hontoo ni arigatou*, dan merekahkan senyumku tiap jam disana karena Ibu me-chan
tidak pernah lelah untuk menyuruhku makan dan makan. Heheheee…, Alhamdulillah.
Lain waktu gantian ya mechan ^o^
Di kawasan masuk rumah Me-chan. |
Paginya, kami berangkat dengan wajah
lebih semangat dan percaya diri, karena kali ini mechan mampu menjadi pemandu
perjalanan kami –kan dia udah sering pulkam dari arah rumah ke unnes kan ya-.
Sampai Ungaran kami langsung di sambut angkutan berjejer dengan tujuan Unnes.
Kami naik, ketemu Arina –Halo Arina? Apa kamu baca post blog ku yang ini?
Hehe..kalau iya, ikutan share aja >_< *Promosimu bikin ratingku naik
lho*-, bayar supirnya, keluar turun angkutan, jalan deh ke kos. Yeeeyyy…/hibariohara/
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon